PENDIDIKAN SENI RUPA DAN KETERAMPILAN SD

Posted by Unknown Kamis, 26 Juni 2014 07.41 0 komentar
SILABUS
SENI RUPA DAN KETERAMPILAN SD

1.    Prinsip pembelajaran seni budaya dan keterampilan
2.    Gambar (bentuk, ekspresi, Ilustrasi, dan imajinasi)
3.    Gambar dekoratif/ragam hias (karya dua dimensi dan menghias benda 3 dimensi).
4.    Berkarya teknik tempel ( musaik, aplikasi, montase, intersia, kolase)
5.    Berkarya dengan teknik cetak
6.    Pembuatan cat dari bahan alam
7.    Membuat benda yang digerakan dengan angin dan tali
8.    Membuat benda dengan teknik konstruksi
9.    Membuat relief
10.    Membuat motif jumputan/batik
11.    Membuat topeng
12.    Meronce
13.    Makrame
14.    Membuat boneka
15.    Menganyam
16.    Mainan beroda
PENDIDIKAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN
Pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi  melalui pendekatan:
“belajar dengan seni,”
“belajar melalui seni” dan
“belajar tentang seni.”

SIFAT PENDIDIKAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN
    Multilingual bermakna pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan berbagai cara dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya. 
    Multidimensional bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi), apresiasi, dan  kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika, logika, kinestetika, dan etika.
    Multikultural mengandung makna pendidikan seni menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya Nusantara dan mancanegara.

PERAN PENDIDIKAN SNIBUKETR
    Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan memiliki peranan dalam pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multikecerdasan  yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal,  interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, logik matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas, kecerdasan kreativitas, kecerdasan spiritual dan moral, dan kecerdasan emosional. 
PEMBELAJARAN SNIBUDKETR
    Pembelajaran seni memberikan pengalaman mengembangkan konsepsi, apresiasi, dan kreasi.  Semua ini diperoleh melalui upaya eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan teknik berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang beragam.
    PEMBELAJARAN SENI DENGAN PENDEKATAN BUDAYA
    SESUAI KONTEKS DIMANA PROSES PEMBELAJARAN BERLANGSUNG.

PEMBELAJARAN APRESIASI
    Mengembangkan kesadaran, pengalaman, dan penghargaan terhadap proses berseni dan karya seni.
     MELALUI: PENGAMATAN, PARTISIPASI, KETERLIBATAN, BERPROSES SENI, PAMERAN, DISKUSI DLL
PEMBELAJARAN BERKREASI
    Untuk menghasilkan atau membawakan karya seni, baik scr individual atau kelompok melalui kegiatan ekplorasi/eksperimen baik tradisi ataupun modern
     DENGAN PENDEKATAN   3 N
    NITENI
    NIRU
    NAMBAHI
    NEMOKAKE (menemukan identitas diri)

PEMBELAJARAN KRITIK SENI
    Mengembangkan pemahaman dan kemampuan menilai karya seni baik lisan atau tertulis.
    Kritik seni meliputi langkah:
    deskripsi,
    analisis,
    intepretasi, dan
    evaluasi

PEMBELAJARAN PENYAJIAN SENI
    Penyajian diskusi kelas, pameran, pementasan
    Dalam lingkup kelas, sekolah atau masyarakat.
    Dalam pembelajaran penyajian seni dapat sekaligus sebagai pembelajaran kritik seni dan apresiasi seni
    PRESENTASI VERBAL
    PRESENTASI VISUAL
    PRESENTASI KINESTETIK

PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAPAT MENGEMBANGKAN KECERDASAN GANDA SLIMNBIL
1.    S pasial-Visual
2.    L inguistik-Verbal
3.    I nt erpersonal
4.    M usikal-ritmik
5.    N aturalis
6.    B adan-kinestetik
7.    I ntrapersonal
8.    L ogis-matematik

ASPEK KETERAMPILAN
    Aspek keterampilan fisik dan manual dan
    Aspek kecakapan berpikir
    kecakapan dalam konteks pembelajaran terbagi mejadi empat kategori, yakni 
    kecakapan pribadi,
    kecakapan sosial,
     kecakapan akademik dan
     kecakapan vokasional

A.    Perkembangan Seni Lukis Anak
Seni lukis adalah suatu pengucapan pengalaman artistik yang ditumpahkan dalam bidang dua dimensi dengan menggunakan garis dan warna. Apabila suatu lukisan unsur garisnya menonjol sekali seperti misalnya karya yang dibuat dengan pena atau pensil, maka karya tersebut disebut “gambar” sedang sementara itu lukisan adalah yang kuat unsur warnanya Soedarso (1987:10). Selanjutnya seni lukis anak menurut Soesatyo (1994) kegiatan anak menggambar sama dengan kegiatan bercerita mengungkapkan sesuatu pada dirinya secara intuitif dan spontan lewat media gambar, maka karya lukis anak adalah seni meskipun tidak disamakan dengan karya lukis orang dewasa, namun syarat-syarat kesenilukisannya telah terpenuhi dengan adanya teknik, artistik, dan ekspresi. Berikut perkembangan seni lukis anak menurut Vicktor lowenfeld, Britian WL (1983)7th ed. Creatif and Metal Growth.
Setiap anak memiliki ungkapan bahasa visual yang berbeda-beda sesuai kecenderungannya. Anak yang memiliki dinamika dan gejolak jiwa tinggi senang melukis ekspresif. Ada anak yang cenderung melukis dengan teliti dan hati-hati melahirkan corak lukisan anak yang dekoratif. Ada anak yang imajinasinya tinggi menghasilkan lukisan yang abtrak dan adapula anak yang dapat merekan realitas alam sekitar melukis bercorak naturalis kekanak-kanakan. Berdasarkan tipologi lukisan anak seperti yang diungkaplan Vicktor lowenfeld dalam Herawati (1999: 26) pertama tipe organic, adalah tipe lukisan anak yang menggambarkan objek nyata, anak lebih suka menggambarkan objek secara kelompok. Tepe lirical (liris) mengambarkan objek realis dengan statis tidak bergerak seperti pada tipe organik. Objek digambarkan statis tidak berwarna tidak menyolok. Tipe impresionism adalah tipe lukisan anak yang lebih menggambarkan detail daripada keseluruhan konseptual. Dalam gambar anak tipe ini lebih mengekspresikan suasana.Tipe rhitmical pattern (pola ritmis) adalah tipe lukisan anak yang lebih menekankan pada pengulangan bentuk sehingga berkesan stereotip. Tipe structural form (bentuk yang bersusun)  objek lukisan mengikuti rumus ilmu bangun dengan memperkecil objek dengan disunan menjadi rumusan geometris yang diambil dari hasil pengamatan. Tipe schematic adalah lukisan yang menggambarkan rumus bangun tanpa ada hubungan yang jelas dengan susunan organis. Tipe  haptic  adalah gambar atau lukisan yang dilahirkan bukan dari hasil pengamatan visual suatu objek, tetapi menggambarkan apa yang dirasakan bukan mengambarkan objek apa yang dilihat. Tipe ekspresionism  adalah mengekpresikan imajinasinya digabung dengan objek dunia luar seperti lingkungan alam semesta. Tipe lukisan ini digambarkan dari hasil pengamatan visual kemudian diolah sehingga tampak seperti dilebih-lebihkan dan berubah dari bentuk aslinya. Tipe enumerative adalah menggambarkan realitas secara detail tanpa menggabungkan imajinasi pencipta. Ciri lukisan ini dapat dilihat tanpa ada yang dilebih-lebihkan.Lukisan ini tidak ada unsur pribadi muncul dalam gambar yang dibuat, hasil lukisan seakan-akan menggambarkan sebuah potret dari suatu objek. Tipe decorative adalah penggambaran objek berkesan dua dimensiaonal tidak meggambarkan perspektif.Anak tertarik warna dan bentuk dua dimensi dan mengusahakannya menjadi pola yang menggebirakannya. Bentuk, goresan, dan warna merupakan hasil penggambaran perasaannya. Warna cenderung cerah dan tidak ada penggambaran perspektif di dalammnya. Tipe   romantic  adalah  ciri lukisan anak yang menggambarkan tema kehidupannya yang dipertajam dengan fantasinya. Lukisan menggambarkan gabungan antara ingatan dan imajinasi menjadi kreasi baru. Tipe literary adalah mengekspresikan rasa dan imajinasinya dalam bentuk baru yang kreatif. Tema yang dipilih merupakan gabungan imajinasi dan ingatan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Tipe tersebut kemudian disesuaikan dengan tipe psikologisnya yang bisa digambarkan sebagai berikut: 1) Type Thingking    extravert = enumerative, Introvert = organic. 2) Type feeling    extravert = dekoratif, Introvert =  imajinatif. 3) Type sensation     extravert =  emphatetik, Introvert =  ekpresionis haptic. 4) Tipe intuition    extrovert =  rhitmical pattern, Introvert    =  structural form
Ungkapan gambar anak menurut Victor Lowenfeld(1967) dibagi menjadi dua tipe yaitu:
1)    Tipe visual banyak menggambarkan ketajaman menghayati sesuatu melalui indra penglihatannya. Anak dalam melukis lebih banyak menggambarkan apa yang mereka lihat. Penggambaran sesuatu objek mendekati bentuk benda aslinya. Anak lebih banyak mengambar apa yang dilihat secara kasat mata. Pernyataan ruang dalam gambar telah bisa dipecahkan dengan menggambarkan benda-benda yang lebih kecil dengan menggunakan perspektif. Demikian juga warna yang dipilih hampir mendekatai objek yang mereka lukis. Tipe ini melahirkan karya seni yang mendekati naturalis seperti objek yang mereka lihat atau bayangkan.
2)    Tipe Haptik adalah tipe lukisan yang menggambarkan imajinasi anak diekspresikan  dalam karya seni lukis. Anak mengekspresiakan apa yang ada di luar dirinya dilukis sesuai dengan reaksi emosional tidak dari hasil pengamatannya. Anak menggambar lebih bersifat ekspresi pribadi menuangkan imajinasi kreatif dari pada mengambarkan apa yang mereka amati/lihat. Ciri yang tampak dalam lukisan tipe ini adalah munculnya garis dan bentuk yang sangat pribadi, perspektif tidak menjadi perhatian atau diabaikan. Dalam hal ini anak cenderung melukiskan bagian yang menonjol dan lebih penting dalam objeknya, jadi anak mempertimbangkan nilai yang bermakna sesuai dengan dirinya.

Periodesasi lukisan anak menurut Victor Lowenfeld (1967) sebagai berikut:
1)    Masa coreng moreng ( umur 2-4 tahun), pada usia ini anak sedah mulai dapat memegang alat gambar dan mencoreng pada bidang gambar sesuai imajinasi yang dirasakan anak. Coretan anak belum menentu mengambarkan objek apa walapun dalam diri anak mau menggambarkan sesuati sesuai alam pikiran dan perasaan anak. Hasil gambar anak masa ini diterka atau diterjemahkan seuai bentuk yang paling dekat dengan tertentu.
2)    Masa Prabagan ( umur 4 - 7 tahun ), anak pada masa ini sudah mulai dapat mengoreskan alat gambar membentuk pola atau gambar secara garis besarnya sesuai objek yang diekspresikannya. Anak sudah mulai dapat menggambarkan bagian struktur benda secara garis besarnya. Coretan anak mulai membentuk objek dan semakin teratur dan kaya.
3)    Masa Bagan ( umur 7 - 9 tahun ), anak pada masa ini sudah dapat mengekpresikan imajinasinya lewat gambar/lukisan. Mereka menggambarkan sesuai yang berperan digambarkan lebih besar dan kuat. Unsur coreng-morengnya sudah mulai berkurang, goresan mulai mengembarkan idenya walaupun belum membetuk objek yang lengkap.
4)    Masa Realisme Semu ( umur 11 - 13 tahun ), pada masa ini anak sudah mulai dapat mengekpresikan gagasannya ke dalam bidang gambar secara realis. Mereka sudah dapat berpikir dan merasakan tentang struktur objek yang lebih rasional. Bentuk lukisan sudah mulai nampak realis dan dapat mengambarkan keruangan atau perspektif. Objek yang jauh digambarkan di atas, sehingga berkesan susun menyusun atau tumpang tindih.
Gaya lukisan anak dapat dirinci sebagai berikut:
1.    Lukisan anak merupakan ekspresi berdasarkan pengertian dan logika anak desebut ideographisme. Anak melukis orang dari samping dalam kenyataan matanya seharusnya kelihatan satu, tetapi dalam berdasarkan pengertian anak bahwa manusia itu matanya dua, maka dilukislah kedua mata itu di samping. Lihat gambar 1

Gambar 1: Gaya lukisan Ideographis
2.    Anak cenderung mengulang-ulang gambar atau bentuk yang sudah dimahiri/dikuasai. Peristiwa ini disebut otomatisme atau disebut gejala stereotip. Misalkan menggambarkan figur manusia yang diulang-ulang. Lihat gambar 2

Gambar 2: Gaya lukisan stereotip
3.    Anak melukis manusia dalam gerak, tetapi tidak semua bagian atau anggota badan dilukis, hanya bagian yang penting saja yang dilukis. Misalnya ibu sedang menyapu dilukis hanya satu tangan saja yang memegang sapu tersebut, sedangkan tangan yang satu tidak dilukis. Atau bagian yang lebih berperan dilukis lebih besar. Lihat gambar 3

Gambar 3: Gaya lukisan pada bagian penting digambar besar
4.    Anak menggambar gaya rebahan atau lipatan disebut juga sifat tegak lurus atau rabatemen. Benda apa saja yang tegak lurus dengan garis dasar akan dilukis tegak lurus garis dasar, meskipun garis dasar itu berbelok atau miring, akibatnya gambar nampak rebah bahkan menjungkir terbalik. Lihat gambar 4

Gambar 4: Gaya lukisan rebahan atau lipatan
5.    Gaya lukisan anak tembus pandang atau transparan. Anak cenderung melukiskan semua yang ia pikirkan dan ia mengerti meskipun ada beberapa objek yang berada di ruang tertutup. Gaya lukisan ini juga disebut X-ray atau sinar X tembus pandang. Contoh: Ibu dan Bapak duduk di dalam rumah tertutup dinding, namun dilukis lengkap dengan perabotan lainnya. Ada juga tikus dimakan kucing, tikus di dalam perut kucing dilukis kelihatan dengan jelas. Lihat gambar 5

Gambar 5: Gaya lukisan tembus pandang
6.    Gaya lukisan dalam pemecahan ruang (kedalaman jauh dekat) dalam bidang datar di atasi dengan pemikiran praktis yang dekat digambar di bawah dan yang jauh digambar pada bagian atas kertas gambar disebut Juxtaposisi. Lihat gambar 6

Gambar 6: Gaya lukisan Juxtaposisi
7.    Gaya lukisan anak simetris, kecenderungan melukiskan objek yang asimetris menjadi simetris. Misalnya lukisan dua gunung di tengahnya ada sinar matahari. Lihat gambar

Gambar 7: Gaya lukisan simetris
8.    Anak lebih mementingkan proporsi nilai dari pada proporsi fisik. Hal-hal yang dianggap lebih penting digambar lebih besar atau lebih jelas. Lihat gambar 7.

Gambar 8: Gaya lukisan objek penting digambar besar
9.    Gaya lukisan naratif atau cerita, anak melukis adalah untuk mengungkapkan perasaan. Jadi lukisan adalah cerita  anak bukan sekedar mencoret sebagai aktivitas motorik otomatis saja, maka perlu diterima dengan wajar dan tetap menghargainya.


















LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...